Rabu, 10 Juni 2009

Komitmen Harus Diikuti Tindakan

JOGJA- Komitmen masyarakat untuk mengurangi jumlah perokok di tempat publik sudah jauh meningkat dalam beberapa tahun. Beberapa institusi pendidikan bahkan sudah menerapkan kampusnya sebagai daerah bebas rokok. Namun, komitmen saja tidak cukup. Komitmen harus diikuti langkah nyata.

Direktur Gama Medical Center (GMC) UGM Ali Ghufron Mukti menyampaikan rasa senangnya pada institusi pendidikan yang menerapkan aturan kampus bebas rokok. Tapi, hal ini sebaiknya diikuti langkah nyata untuk mengurangi jumlah perokok, yaitu dengan menyediakan klinik konseling bagi perokok.

"Jangan hanya bikin peraturan dilarang merokok. Tempat untuk konsultasi dan konseling bagi perokok aktif harus juga disiapkan. Jadi ada upaya preventif dan kuratif yang terencana," tuturnya di Gedung GMC, Bulaksumur, kemarin (8/6).

Kemarin, GMC dan rektorat meresmikan klinik konseling berhenti merokok di GMC. Upaya mendirikan klinik semacam ini dipercaya mengurangi antusiasme merokok para perokok aktif, meski waktu yang dibutuhkan tidak sebentar.

Salah satu peneliti di Pusat Kajian Bioetika FK UGM Siwi Padmawati berbagi pengalamannya selama membuka klinik konseling berhenti merokok di beberapa rumah sakit. Di RS Panembahan Senopati, Bantul, dan RS Wirosaban Jogja, antusiasme masyarakat terus meningkat.

"Ketika kami membuka klinik konseling berhenti merokok, dalam satu tahun, paling tidak ada 600 pasien yang datang. Hasil yang kami peroleh di sini jauh lebih baik dari yang dihasilkan klinik di Jakarta yang jumlah peminatny kurang dari 10 orang," ujarnya.

Karena itu, dia berharap jumlah peminat yang datang ke klinik konseling berhenti merokok di UGM juga tinggi. "Semoga di sini (UGM), tingkat kesadaran untuk mengurangi konsumsi rokok lebih tinggi," ungkapnya.

Rektor UGM Sudjarwadi dalam kesempatan yang sama juga menandatangani deklarasi komitmen bersama Kampus UGM Bebas Rokok. Sudjarwadi menaruh harapan tinggi kepada jajaran dekan yang ikut menandatangani deklarasi dan para pemimpin lain untuk memberi contoh kepada mahasiswa.

"Pemimpin dan penanggungjawab harus memberi teladan dengan tidak merokok di tempat kerja. Kalau ketahuan melanggar peraturan akan dikenakan sanksi administrative,"paparnya. dia juga mengimbau para mahasiswa dan dosen yang merokok untuk mendatangi klinik konseling.

Peneliti Quit Tobacoo Indonesia, Yayi Suryo Prabandari Ph.D, mengungkapkan jumlah kematian akibat rokok di negara berkembang sangat tinggi. "Sekitar 5,4 juta orang di dunia meninggal karena rokok tiap tahunnya. 80 persen korban yang meninggal terjadi di negara berkembang, seperti Indonesia," jelasnya. (luf)

Tidak ada komentar: